Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul Pengertian dan Macam-Macam Khiyar Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.
Pengertian Khiyar
Akad yang sempurna haruslah terhindar dari khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang akad) membatalkannya. Pengertian Khiyar menurut ualama fiqih adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkan jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah, atau hendaklah memilih di antara dua barang jika khiyar ta’yin.
Jumlah khiyar sangan banyak. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17. Sedangkan menurut ulam Malikiyah, membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taammul (melihat, meneliti) adalah khiyar secara mutlak dan khiyar naqish (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau ‘aib pada barang yang dijual (khiyar al_hukmy). Ulama Malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal .
Macam-macam Khiyar
Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai macam-macam kkhiyar itu sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing dalam mengklasifikasikan jenis-jenis khiyar,di antara pendapat tersebut sebagi berikut :
Ulama Malikiyah membagi khiyar kepada :
- Khiyar al-taammul(melihat,meneliti) :Khiyar mutlak
- Khiyar naqish (kurang) :apabila terjadi kekuranggan atau aib pada barang yang di jual.
Ulama syafi’iyah membagi khiyar kepada :
- Khiyar at-tasyahi : khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai seleranya terhapad barang, baik dalam majlis maupun syarat.
- Khiyar naqisah : khiyar yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafadz atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya pengantian.
Adapun khiyar yag didasarkan kepada hukum syara’ menurut ulama syafi’iyah ada 16 ( enam belas) dan menurut ulama hanafiyah ada 8(delapan), namun yang dibahas disini adalah khiyar yang yang paling masyhur (yang paling dikenal ),di antaranya sebagai berikut :
1. Khiyar majelis
Secara bahasa majelis berarti tempat duduk, bila dikaitkan dengan khiyar maka memilki arti hak untuk meneruskan atau membatalkan jual beli selama penjual dan pembeli belum berpisah atau keduanya masih bersama-sama ditempat tersebut.
Dalam transaksi jual beli tidak bisa serta merta pelaku transaksi membatalkan jual beli,atau mengunakan hak khiyanya dengan sekehendak hati,sehingga merugikan atau menyakiti salah satu pihak,agar tidak terjadi kedzaliman dalam pengunaan khiyar maka islam pun juga mengatur bagaimana cara mengugurkan khiyar mejelis dengan baik yaitu seperti yang disebutkan dalam hadist ibnu umar r.a :“Dan bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan,kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan tersebut maka selesaikanlah akad jula beli tersebut.”
Berdasarkan potongan hadist diatas masing-masing dari keduanya diperbolehkan menawarkan kepada kawannya agar hak ini digugurkan sehingga penjualan tersebut telah selesai,walaupun masih bersama-sama dalam satu tempat. Dan juga berdasarkan hadist yang telah tertera pada bahasan yang telah lalu,walaupun batasan berlakunya hak khiyar adalah berpisah namun tidak dibenarkan bagi keduanya untuk dengan sengaja terburu-buru memisahkan dirinya dari lawan transaksinya dengan tujuan mengugurkan hak ini. Akan tetapai berlaku sewajarnya (sesuai dengan kaidah-kaidah norma kesopanan). Menurut para ulama hal pilih khiyar ini tidak hanya berlaku pada jual beli, melainkan berlaku pada transaksi lain yang serupa yaitu sewa-menyewa,valas,akad salam,karena semua merupakan akad yang bersifat mengikat.Sedangkan pada akad yang tidak bersifat berlaku ketentuan lain seperti akad mudharabah,perwakilan,serikat dagang dan lain-lain.
Cara mengugurkan Khiyar tersebut ada tiga :
•Penguguran Jelas (Sharih)
Penguguran sharih ialah penguguran oleh orang yang berkhiyar, seperti menyatakan,”Saya batalkan khiyar dan saya rida.”Dengan demikian,akad menjadi lazim (sahih).Sebaliknya akad gugur dengan pernyataan,”Saya batalkan atau saya gugurkan akad.”
•Pengguguran Dengan Dilalah
Pengguguran dengan Dilalah adalah adanya tasharuf (beraktifitas dengan barang tersebut ) dari perilaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli jadi dilakukan,seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain,atau sebaliknnya, pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual.
•Pengguran Khiyar Dengan dengan Kemadharatan
Pengguran Khiyar dengan kemadharatan ini disebabkan oleh beberapa hal,antara lain sebagai berikut :
a. Habis Waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis waktu yang tealah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari yangberkhiyar.Dengan demikian akad menjadi lazim. Hal ini sesuai dengtan pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
Menurut ulama Malikiyah,akad tidak lazim dengan berakirnya waktu,tetapi harus ada ketetapan dari yang berkhiyar sebab khiyar bukan kewajiban.Oleh karene itu,akad tidak gugur karna berkirnya waktu,contohnya,janji seorang tuan terhadap budak untuk dimerdekakan pada waktu tertentu.Budak tersebut tidak merdeaka karena berkhirnya waktu.
b. Kematian Orang yang Memberikan Syarat
Jika orang yang memberikan syarat meninggal dunia, maka khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli maupun penjual, lalu akad pun menjadi lazim,sebab tidak mungkin menbatalkannya.Namun tetang kewarisan syarat para ulama berbeda pendapat , antara lain :
- Menurut ulama Hanafiyah, khiyar syarat tidak dapat diwariskan, tetapi gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.
- Ulama hanbaliyah berpendapat bahwa bahwa khiyar menjadi batal dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat, kecuali jika ia mengamanatkan untuk membatalkannya,dalam hal ini,khiyar menjadi kewajiban ahli waris.
- Ulama syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa khiyar menjadi haknya ahli waris,dengan demikian,tidak gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.
c. Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya hal-hal yang serupa dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian,jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, akadnya menjadi lazim.
d. Barang rusak ketika masa khiyar
Tentang rusaknya barang ketika khiyar terdapat beberapa masalah,apakah rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli atau masih dipegang penjual dan lain-lain,sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini :
Jika barang masih ditangan pembeli batallah jual-beli dan khiyar pun gugur.
Jika barang sudah pada tangan pembeli,jual beli batalnjika khiyar berasal dari penjual,tetapi pembeli harus menggantinya.
Jika barang suadah ada ditangan pembeli dan khiyar dati pembeli,jual-beli menjadi lazim dan khiyar pun gugur.
e. Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini terdapat beberapa penjelasan :
Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli batal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan pembeli atau orang lain, khiyar tidak gugur dan pembeli berhak khiyar dan bertanggung jawab atas kerusakannya.Begitu juga dengan orang lain.
Jika khiyar berasal dari pembeli dan ada cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli tidak gugur, sebab barang menjadi tanggung jawab pembeli.
2. Khiyar Syarat
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqih adalah :“suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang melakukan akad atau masing-masing akid atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.”
Misalnya seorang pembeli berkata,” Saya beli dari kamu barang ini ,dengan catatan saya ber-khiyar (mempertimbangkan) selama sehari atau tigahari.”
Di syariatkannya khiyar syarat ini berdasarkan hadist nabi yang telah tersebut di atas yaitu :“Dan bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan.kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan tersebut maka selesailah akad jual beli tersebut.”
Sebagian ulama menafsirkan hadis tini : Bahwa bila salah satu dari keduanya memberikan tawaran berupa pilhan kepada lawan transaksinya untuk memperpanjang masa berlakunya hak pilihi ni,kemudian mereka menyetujuinya,maka akad jual beli selesai,sesuai dengan tawaran tersebut dan penafsiran ini selaras dengan prinsip suka sama suka,sebab prinsip ini dikembalikan seutuhnya kepada kedua belah pihak yang bertransaksi.
Jumhurul ulama sepakat (ijma’) bahwa boleh bagi orang yang berjual-beli melakukan transaksi semacam ini.
Dalam menentukan batas maksimal khiyar syarat para ulama berselisih pendapat sesuai dengan metode ijtihad masing-masing yaitu :
a. Madzhab hambali : masing-masing penjual dan pembeli berhak menetapkan persyaratan sesuka mereka, tanpa ada batas waktu.mereka beralasan bahwa hak mengadakan persyaratan adalah hak mereka berdua,sehingga bila keduanya rela mengadakan syarat hak untuk membatalkan dalam waktu lama, maka itu terserah kepada mereka berdua karena tidak ada dalil yang membatasinya.
b. Madzhab Hanafi dan Asy-Syafi’i : Lama hak yang dipersyaratkan tidak boleh lebih dari tiga hari,mereka mengambil dalil dari perkataan umar bin khattab berikut : Umar bin Khattab berkata,”Aku tidak mendapatkan dalil yang menetapkan adanya persyaratan yang lebih lama disbanding yang ditetapkan oleh Rosulullah SAW untuk Habbban bin Munqiz,beliau menetapkan untuknya hak pilih selama tiga hari,bila ia suka ia meneruskan pembeliannya,dan bila tidak suka,maka ia membatalkannya,” (HR.Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani,dan dilemahkan oleh Hafidz ibnu Hajar)
c. Madzhab Maliki yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah : Lama hak pilih yang di syaratkan boleh lebih dari tiga hari sesuai dengan kebutuhan dan barang yang diperjual belikan, mereka beralasan bahwa hak semacam ini demi kemaslahatan masing-masing pihak yakni kemslahatan yang berkaitan dengan barang yang mereka perjual-belikan,sehingga harus disesuaikan dengan keadaan barang tersebut.
Dari sekian pendapat yang ada yang terkuat adalah yang ketiga, sebab beragamnya barang yang diperjual-belikan,ada barang yang tahan lama dan ada pula yang bersifat sementara.
3. Khiyar Aib/Cacat
Khiyar aib adalah khiyar yang disyariatkan karena tidak terwujudnya kriteria yang diinginkan pada barang baik diinginkan menurut kebiasaan masyarakat atau karena ada persyaratan atau karena ada praktek pengelabuhan. Dan yang dimaksud dengan kriteria yang diinginkan menurut kebiasaan masyarakat ialah tidak adanya cacat pada barang tersebut.”
Dasar hukumnya adalah :“Dari Abdul Majid bin Wahab ia mengisahkan, Al-Addaa’ bin Kholid bin Hauzah berkata kepadaku : sudikah engkau aku bacakan kepadamu surat yang dituliskan Rasululloh untukku?, aku pun menjawab : tentu, kemudian ia mengeluarkan secarik surat, dan ternyata isinya : “ inilah pembelian Al-Adaa’ bin Kholid bin Hauzah dari Muhammad Rasululloh, Al-Adaa’ membelinya dari nabi seorang budak laki=laki atau budak perempuan yang tidak ada penyakitnya, perangai yang buruk, tidak ada pengelabuhan, sebagaimana penjualan orang muslim kepada orang muslim lainnya.”(HR. At-Turmudzi, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, Al-baihaqy, dan dihasankan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani dan Al-Albani)
Dan juga hadits Rasululloh yang berbunyi :“Dari Aisyah R.A. : Bahwa ada seorang lelaki yang membeli seorang budak, kemudian ia memperkerjakannya, lalu ia mendapatkan pada budak tersebut suatu cacat, sehingga ia mengembalikannya (kepadda penjual). Maka penjual mengadu kepada Rasululloh dan berkata : Wahai Rasululloh, sesungguhnya ia telah memperkerjakan buidakku? Maka beliu bersabda : “Keuntungan itu addalah tanggungjawab atas jaminan,”(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqy dan dihasankan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama mengungkapkan definisi aib atau cacat yang dimaksud adalah: “ Setiap hal yang menyebabkan berkurangnya harga suatu barang.
Dari definisi dan juga penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa cacatt yang dapat menjadi alasa untuk membatalkan penjualan adalah cacat yang terjadi pada barang sebelum terjadinya akad penjualan, atau disaat sedang akad penjualan berlangsung atau sebelum barang diserah-terimakan kepada pembeli.
Menurut ulama Hanafiyah cara pembatalan cukup dengan lisan dengan syarat diketahui oleh pemilik barang, baik pemilik barang rido ataupun tidak. Sebaliknya, jika pembatalan tidak diketahui oleh penjual, baik khiyarnya berasal dari penjual ataupun pembeli, pembatalan ditangguhkan sampai diketahui penjual. apabila habis waktu khiyar dan penjual tidak mengetahuinya, akad menjadi lazim. Ulama Malikiyah, Hanbaliyah, Syafi’iyah berpendapat bahwa apabila khiyar bersal dari pembeli,pembatalan dipandang sah walaupun tidak diketahui penjual.hal ini karena adanya khiyar menunjukkan bahwa penjual rela apabila pembeli membatalkan kapan saja pembeli membatalkannya.
Hukum akad pada masa khiyar, yaitu:
- Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung khiyar, tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
- Ulama Malikiyah dalam riwayat Ahmad, Barang yang ada pada masa khiyar masih milik penjual, sampai gugurnya khiyar,sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna terhadap barang.
- Ulama Syafi’iyah berpendapat,jika khiyar syarat berasal dari pembeli,barang menjadi milik pembeli.Sebaliknya jika khiyar syarat menjadi milik penjual,barang menjadi milik penjual.Jika khiyar berasal dari keduanya,ditunggu sampai jelas (gugurnya khiyar).
- Ulama Hanbaliyah,dari siapapun khiyar berasal,barang tersebut menjadi milik pembeli.Jual-beli dengan khiyar,sama seperti jual beli lainnya,yakni menjadikan pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka mendasarkannya pada hadist Nabi SAW.dari ibnu Umar;
’’Barang siapa yang menjual hamba yang memilki harta maka harta tersebut milik penjual,kecuali bila pembeli mensyaratkannya.”
Dari hadist tersebut,Rosulullah SAW.menetapkan bahwa harta menjadi milik pembeli dengan adanya syarat.
Manfaat Khiyar
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kegiatan jual beli, karena jual beli sudah merupakan kebutuhan kita yang tidak dapat kita tinggalkan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar kegiatan jual beli mendapatkan ridla Allah Swt dan membawa kemashlahatan, diperlukan khiyar atau memilih satu diantara dua. Karena dengan memilih akan membawa manfaat bagi kita, antara lain:
- Kedua belah pihak tidak saling dirugikan
- Menghindari salah pilih, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.
- Menghindari perselisihan dan permusuhan sesama kita
- Menghindari kecurangan dan kebohongan jual beli
- Agar kedua belah pihak berlapang dada (ridha sama ridha)