Pengertian,Macam, Hikmah Dilarang Riba

Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul Pengertian,Macam, Hikmah Dilarang Riba Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.

Pengertian Riba

Riba sering juga di artikan sebagai tambahan yang tidak disertai dengan adanya kompensasi. Tambahan nilai untuk pertukaran yang ada pada jual beli baik tambahan nilai uang, barang maupun kadar waktu. Di dalam sebuah transaksi jual beli atau pertukaran barang dan barang yang lain atau pertukaran harta dengan harta lain yang sama-sama menguntungkan dengan nilai yang telah disepakati dan tidak merugikan salah satu pihak. Maka hal ini hukumnya halal. Namun berbeda dengan riba, tambahan harta yang harus dikembalikan salah satu pihak ke pihak lain dalam transaksi jual beli ataupun pertukaran harta menjadikan kerugian untuk salah satu pihak bilamana terjadi penambahan nilai.

Pengertian riba juga bisa sebagai sebuah kompensasi tertentu yang kesesuaiannya dengan timbangan tidak diketahui dengan jelas sesuai syariat, baik pada waktu aqad berlangsung maupun ketika adanya penundaan barang yang ditukarkan. Ada tiga macam riba yakni: riba yadd, riba nasaa, riba qardl dan riba fadlal. Sebelum bahasan mengenai macam-macam riba, alangkah baiknya kita mengetahui hukum riba.

Macam-macam Riba

      1.      Riba Nasiaa’/ Nasi’ah
Riba nasiaa’ (riba yang jelas, diharamkan karena keadaanya sendiri) diambil dari kata an-nasu’, yang berarti menunda, jadi riba ini terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang. Penjelasannya sebagai berikut. Tambahan yang disyaratkan, yang diambil oleh orang yang memberi hutang dari orang yang berhutang. . Misalnya, si A meminjam satu juta rupiah kepada si B dengan janji waktu setahun pengembalian hutangnya. Setelah jatuh temponya, si A belum bisa mengembalikan hutangnya kepada si B, maka si A menyanggupi untuk memberi tambahan dalam pembayaran hutangnya.jika si B mau menambah/menunda jangka waktunya. atau si B menawarkan kepada si A, “apakah engkau akan membayarnya atau menundanya kembali dengan menanggung bunga?” Jika si B membayarnya, maka ia tidak dikenakan tambahan. Sedangkan jika tidak dapat membayarnya, maka ia menambahkan tangguh pembayaran dengan syarat bahwa ia nantinya harus membayarnya dengan tambahan. Sehingga, akhirnya harta yang menjadi tanggungan hutang orang tersebut pun menjadi terlipat ganda.[1] Hal ini merupakan praktek/kebiasaan Jahiliyah, Oleh karena itu, Allah mengharamkan hal itu, dengan firmannya:
“ Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (al-Baqarah: 280)
Maka dari itu jika waktu hutang tersebut sudah jatuh tempo, semantara orang yang berhutang itu kesulitan membayarnya, maka ia tidak boleh membalikan hutang tersebut kepadanya, tapi harus siberikan tempo lagi. Sedangkan jika orang yang berhutang itu berpunya, dan tidak sedang kesulitan, maka ia harus membayar hutangnya, dan tidak perlu menambah nilai tanggungan hutangnya itu, baik orang yang berhutang itu sedang mempunyai uang atau sedang sulit.
      2.      Riba Fadhl
  Riba fadhl (riba yang samar, diharamkan karena sebab lain) berasal dari kata al-fadhl, yang berarti tambahan dalam salah satu barang yang dipertukarkan. Riba ini terjadi karena adanya tambahan pada jual beli benda/barang yang sejenis.[2]
Jadi syariat telah menetapkan keharamannya dalam enam hal, yakni diantaranya adalah emas, perak, gandum, kurma, garam. Dan jika salah satu barang-barang ini diperjual belikan dengan jenis yang sama, maka hal itu diharamkan jika disertai dengan adanya tambahan antara keduanya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Sayid Sabiq bahwa riba fadhl ialah jual beli emas/perak atau jual beli bahan makanan dengan bahan makanan (yang sejenis) dengan ada tambahan.
Hal ini berdasarkan dari hadist Nabi yang disampaikan Abu Said al-Khudri (yang juga hampir senada dengan hadist yang disampaikan oleh ‘Ubadah bin al-Shamit )3 :“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandunm, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama dan tunai. Maka barang siapa yang meminta tambahan maka sesungguhnya ia memungut riba. Orang yang mengambil dan memberikan riba itu sama dosanya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)

Riba ini diharamkan karena untuk mencegah timbulnya riba nasi’ah, sehingga ia bersifat prefentif. Sebagian Ulama ada yang membedakan antara riba nasi’ah dengan riba fadhl seperti membedakan antara berbuat zina dengan memandang atau memegang wanita yang bukan mahramnya dengan nafsu syahwat. Memandang atau memegang wanita seperti itu diharamkan karena untuk menghindari perbuatan zina.

      3.      Riba Qardh

yaitu pinjam meminjam atau berhutang piutang dengan menarik keuntungan dari orang yang meminjam atau yang berhutang seperti meminjam uang dengan dikenakan bunga yang tinggi. Sabda Rasulullah SAW yang Artinya : Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba (HR. Baihaqi) Pelarangan riba qardl juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan (membuahkan bunga) adalah riba”.

     4.      Riba Yadd

yaitu bila salah satu dari penjual atau pembeli dalam jual beli telah meninggalkan majelis akad sebelum saling menyerah terimakan barang. Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini; 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ 
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab) 

عَن عُمَرَ بنِ الْخِطَّابْ رضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهبُ بِالذَّهَبِ رِبا إِلاَّ هَأ وَهَأ وَالفِضَّةُ بِالْفِضَّةَِ رِبًّا إِلَّا هَأَ وَهَأَ وَالْبَرُّ بِالْبُرِّ رِبا إِلَّا هَأَ وَهَأَ وَالشَّعِيْرُ باشَّعِيْرِ رِبًا إلَّا هَأَ وَهَأَ 

Artinya: “Dari Umar bin Al-khaththab Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu A’laihi wa Sallam bersabda, ‘jual-beli emas dengan emas adalah riba kecuali secara kontan, perak dengan perak adalah riba kecuali dengan kontan, biji gandum dengan biji gandum adalah riba kecuali dengan kontan, tepung gandum dengan tepung gandum adalah riba kecuali dengan kontan. (H.R. Bukhari-Muslim). 

Pengharaman jual-beli emas dengan perak atau sebaliknya serta keruasakannya jika tidak dilakukan pembayaran secara kontan di antara penjual dan pembeli sebelum berpisah dari tempat akad. Inilah yang disebut musharafah. Pengharaman jual-beli biji gandum dengan biji gandum atau tepung gandum dengan tepung gandum serta kerusakannya, jika tidak dilakukan secara kontan sebelum penjual dan pembeli berpisah dari tempat akad. Keabsahan akad jika dilakukan pembayaran secara kontan dalam musharafah, di tempat akad. Larangan penjualan emas atau perak baik yang sudah di bentuk maupun yang belum di bentuk (batangan), kecuali jika berat keduanya sama, dan pembayaran atau serah terima barang harus dilakukan di tempat akad, sebab salah seorang di antara keduanya tidak diperbolehkan menjual barang yang ada sedang yang lain tidak ada.[3]

 

Hikmah dilarangnya Riba

Riba dapat menimbulkan permusuhan antar sesama,menghilangkan semangat kerja dan tolong menolong. Padahal semua agama terutama islam amat menyeru kepada saling tolong menolong, dan membenci kepentingan ego, serta orang yang mengeksploitir kerja keras orang lain.

Hikmah larangan itu ialah agar tidak ada penyesalan, baik oleh yang menukar maupun yang menukarkannya. Hukum paling baik.

  1. Melarang bentuk penukaran dan tidak membatalkan mengiqalahkan jual beli yang telah terjadi.
  2. Riba menimbulkan sikap pemboros yang tidak bekerja. menimbun harta tanpa kerja keras, sehingga menjadi pemalas, seperti pohon benalu. Padahal islam sangat menghornati orang yang suka bekerja keras. Karena dengan kerja keras seseorang bisa lebih terasah kemampuannya juga bisa mandiri.
  3. Riba merupakan salah satu cara penjajahan. Kita telah mengenal riba dengan segala dampak negatifnya di dalam menjajah negara kita.
  4. Islam menyeru agar manusia suka mendermakan harta kepada saudaranya dengan baik, jika saudaranya itu membutuhkan harta.
  5. Riba dapat mengakibatkan kehancuran. Banyak orang-orang yang kehilangan harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.
  6. untuk menghilangkan tipu-menipu di antara manusia dan juga menghindari kemadaratan

 


[1] T. Ibrahim. 2007. Penerapan fiqih. Aqwam :solo.
[2] Abdullah bin Adurrahman Ali Bassam, 1992, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, Jakarta: Darul Falah Taqiyuddin Abu Bakar Imam bin Muhammad Alhusaini, 1978,
[3] Kifayatul Akhyar (Kelengkapan Orang-orang Shalih), Semarang: PT. Karya Toha Putra H.Rasjid Sulaiman, 2004, Fiqih Islam, cet.50, Bandung: Sinar Baru Algensindo

Leave a Comment