Contoh-Contoh Studi Islam Dengan Pendekatan Psikologi Agama

Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul Contoh-Contoh Studi Islam Dengan Pendekatan Psikologi Agama. Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.

Contoh-Contoh Studi Islam Dengan Pendekatan Psikologi Agama

Pendekatan psikologi agama dapat di lihat contohnya dalam studi Islam. Adapun contoh psikologi agama yang digunakan dalam kajian Islam dan umat Islam dapat dilihat dalam ritual manusia dalam agama yang diyakininya. diantaranya, tentang perasaan seorang ahli tasawuf terhadap Allah, yang mana dia merasa Allah selalu hadir dalam hatinya dan dia juga selalu membiasakan lisannya untuk berzikir kepada Allah yang dilakukannya secara terus menerus dan secara sadar maka akan melekatlah di dalam hatinya dan akan menimbulkan ketentraman jiwa.
 
Seorang muslim yang hatinya selalu merasa tenang, bahagia, suka menolong orang lain, walaupun kehidupannya sangat sederhana. Tengah malam ia bangun untuk mengabdi pada Allah dan waktu subuh sebelum semua orang terbangun, dia telah duduk pula di tikar sholatnya, sebaliknya ada orang muslim yang cukup kaya dan banyak hartanya, namun hatinya penuh kegoncangan, tidak pernah merasa puas, di rumah tangganya selalu bertengkar. Hal ini jelas menunjukkan seberapa besar pengaruh agama dalam kehidupannya[1]
 
Begitu juga yang dapat dirasakan oleh orang biasa, seperti perasaan lega, tenang, sehabis shalat dan setelah selesai membaca al-Qur’an dan berdoa. Dan sikap seorang muslim ketika memasuki mesjid akan menunjukkan sikap hormat, dari pada orang yang menganut keyakinan lain. Sikap demikian juga akan dijumpai pada penganut agama lain saat memasuki rumah ibadahnya masing-masing. Bagi setiap penganut agama, rumah ibadah memberi pengalaman batin tersendiri yang menimbulkan reaksi terhadap tingkah laku masing-masing sesuai dengan keyakinan mereka. Seorang muslim mengucapkan salam ketika berjumpa dengan muslim lainnya, hormat kepada orang tua, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi agama.
 
Berapa banyak orang muslim yang berubah jalan hidupnya dan keyakinannya dalam waktu yang singkat, seperti dari seorang yang taat beribadah berubah menjadi orang yang lalai dan menentang agama, dari yang beragama Islam menjadi non Islam. Seorang muslim yang keluar dari Islam (murtad), banyak faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut maka jawabannya dapat dilihat dari pendekatan psikologi. Adapun yang ingin di jawab pendekatan psikologi adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan seorang murtad, karena menurut psikologi agama ada dua faktor yang menyebabkan seorang murtad, yaitu faktor Intern (dalam diri) dan faktor Ekstren (faktor luar diri)[2]
Faktor Intern (dalam diri)yang bisa mempengaruhi seseorang murtad adalah dari kepribadiannya. Secara psikologi tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi jiwa seseorang. Dalam penelitian William James, ia menemukan bahwa tipe melankolis memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam yang dapat menyebabkan terjadinya konversi agama/ pindah agama dalam dirinya. Kemudian faktor pembawaan, menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecendrungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak yang bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya seorang murtad.
 
Adapun faktor Ekstren adalahpertama, faktor keluarga, keretakan keluarga, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya, sehingga kondisi ini menyebabkan seorang stress dan untuk meredakan stress atau tekanan batinnya dia melakukan konversi agama. Kedua, faktor lingkungan tempat tinggal yang mana jika seseorang merasa terlempar atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat maka dia akan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahannya hilang. Ketiga, faktor perubahan status yang mana jika perubahan status ini terjadi secara mendadak akan banyak mempengaruhi konversi agama, misalnya perceraian, kawin dengan orang yang berlainan agama, ke luar dari sekolah. Keempat, faktor kemiskinan, kondisi sosial yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong untuk konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi.
 
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tekanan batin atau stress dapat mendorong seseorang untuk melakukan konversi agama. Dalam kondisi jiwa yang tertekan, maka secara psikologis kehidupan seseorang itu kosong dan tak berdaya sehingga dia berusaha untuk mencari ketenangan batin, salah satu caranya dengan konversi agama[3]

 


[1] Maijor Polak, Sosiologi suatu Pengantar Ringkas, (Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve,1991) hlm.1
[2] Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1991) Cet. I.
[3] Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1986) hlm. 48

Leave a Comment