Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam

Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul “Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam” Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.
 

Pendekatan Sosiologis Dalam Tradisi Intelektual Islam

bnu Khaldun telah menghimpun sosiologinya dalam karya monumentalnya Muqaddimah. Cakrawala pikiran-pikiran Ibnu Khaldun sangat luas. Dia dapat memahami masyarakat dengan segala totalitasnya, dan dia menunjukkan segala fenomena untuk bahan studinya. Dia juga mencoba untuk memahami gejala-gejala itu dan menjelaskan hubungan kausalitas. Dibawah sorotan sinar sejarah, kemudian ia mensistematiskan proses peristiwa-peristiwa dan kaitannya dalam suatu kaidah sosial yang umum.
Muqaddimah bukanlah kajian sederhana bagi ilmu kemasyarakatan, tetapi suatu percobaan yang berhasil dalam memperbaharui ilmu sosial. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mengajak menjadikan ilmu sosial sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini yang membuat Prof. Sati Hasri berpendapat bahwa Ibnu Khaldun telah berbuat yang sedemikian jauh sebelum August Comte, lebih dari 460 tahun.[1]
Keunggulan Muqaddimah Ibnu Khaldun dapat ditemukan dalam beberapa hal, antara lain adalah pada falsafah sejarah. Penemuan ini telah memberi kita pengertian tentang pemahaman yang baru tentang sejarah, yaitu bahwa sejarah itu adalah ilmu dan memiliki filsafat. Sejarah bukanlah semata-mata merupakan peristiwa-peristiwa sejarah yang terkait dengan determinisme kealam dan bahwa fenomena sejarah adalah kejadian-kejadian dalam negara.
Metodologi sejarah Ibnu Khaldun melihat bahwa kriteria logika tidak sejalan dengan watak benda-benda empirik, oleh karena epistemologinya adalah observasi. Prinsip ini merangsang para sejarawan untuk mengorientasikan pemikirannya kepada ekspriment dan tidak menganggap cukup ekpsriment yang sifatnya individual, tetapi hendaknya mengambil sejumlah ekperimen, dialah yang pertama berkata sesuai dengan metodologi sejarah, adanya hubungan antara sejarah dengan ekonomi. Dia berpendapat bahwa faktor utama dalam revolusi dan perubahan ialah ekonomi.
Ketiga bahwa beliaulah penggagas ilmu peradaban, atau falsafah sosial. Pokok bahasannya ialah, kesejahteraan masyarakat manusia dan kesejahteraan sosial. Ibnu Khaldun memandang ilmu peradaban perdefenisi, ilmu baru luar biasa dan banyak faedahnya.
Dia jugalah yang pertama yang mengaitkan antara evolusi masyarakat manusia dari satu sisi dan sebab yang berkaitan pada sisi lain. Dia mengetahui dengan baik masalah-masalah penelitian dan laporannya. Laporan penelitian menurutnya hendaklanya diperkuat oleh dalil-dalil yang meyakinkan, ia telah mengkaji prilaku manusia dan pengaruh iklim dan berbagai aspek pencarian nafkah beserta penejelasan pengaruhnya pada konstitusi tubuh manusia dan intelektual manusia dan masyarakat.
Dalam perkembangan Islam yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan maka kita akan dapat melihat berbagai macam karya monumental yang masih tetap berpengaruh hingga saat ini. Karya-karya tersebut bertujuan untuk menjelaskan Islam dengan pemahaman yang lebih mendalam, lebih humanis dan lebih universal. Sumbangan karya tersebut antara lain seperti karya para perawi hadist seperti Bukhori dan Muslim. Metode seleksi mereka terhadap reputasi sosial mata rantai hadist dipandang sebagai kajian yang dilakukan dengan pendekatan sosiologis.

Signifikansi Pendekatan Sosiologis Dalam Islam

Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dapat difahami karena banyak sekali ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:[2]
Dalam Alquran atau Hadist, proporsi terbesar kedua sember hukum Islam tersebut berkenaan dengan urusan mua’amalah. Menurut Ayatullah Khomeini perbandingan antara ayat ibadah dengan ayat kehidupan sosial adalah 1:100.
Bahwa ditekankannya masalah mu’amalah atau sosial dalam masalah Islam adalah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan mu’amalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan.
Berdasarkan pemahaman kelima alasan diatas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu diturukan.[3]

Agama Sebagai Fenomena Sosiologi

Penjelasan yang bagaimanapun tentang agama, tidak akan pernah tuntas tanpa menyertakan aspek sosiologisnya. Agama yang menyakut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia di mana kita memiliki catatan, termasuk yang biasa diketengahkan dan ditafsirkan oleh ahli arkeologi.
Dalam masyarakat yang sudah mapan agama merupakan salah satu struktur institusional penting yang melengkapi kesluruhan sistem sosial, akan tetapi masalah agama berbeda dengan masalah hukum, yang lazim menyangkut alokasi serta pengendalian kekuasaan. Berbeda dengan lembaga ekonomi yang berkaitan dengan kerja, produksi dan pertukaran dan juga berbeda dengan lembaga keluarga yang mengatur serta memolakan hubungan antar jenis kelamin, agar generasi yang diantaranya berkaitan dengan pertalian keturunan serta kekerabatan.
Thomas F. Odea mengatakan “masalah inti dari agama tampaknya menyangkut sesuatu yang masih kabur serta tidak dapat diraba, yang realitas empirisnya sama sekali belum jelas, ia menyangkut dunia luar. Hubungan manusia dan sikapnya terhadao dunia luar itu dan dengan apa yang dianggap manusia sebagai implikasi praktis dari dunia luar tersebut terhadap kehidupan manusia”.Perbandingan aktivitas agama dengan aktivitas lain, atau perbandingan lembaga keagamaan dengan lembaga sosial lain, menujukkan bahwa agama dalam pautannya dengan masalah yang tidak dapat diraba tersebut merupakan sesuatu yang tidak penting, sesuatu yang sepele dibandingkan dengan masalah pokok manusia.
Namun kenyataan menunjuk lain, sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang penting tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang dapat transedensinya mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk assosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.Disamping itu, agama telah diceritakan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublim, sebagai sejumlah sumber moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu sebagai sesutau memuliakan dan membuat manusia beradab. Tetapi agama juga dituduh sebagai penghambat kemajuan manusia dan mempertinggi fanatisme dan mempertinggi toleran, pengacuhan, pengabaian, takhyul dan kesia-siaan.
 

 

Nah begitulah pembahasan artikel kali ini tentang “Pendekatan Sosiologi Dalam Studi Islam”. Semoga Bermanfaat

[1] Abdul Mukti Ali, Ibnu Khaldun dan Asal-usul Sosiologi, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), h. 12.
[2] Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif,  (Bandung: Mizan, 1986) h. 48.
[3] Thomas F. O’dea, The Sosiology of  Religion, Terj. Tim Yosogama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 2.

Leave a Comment