Pengertian dan Hukum Mudharabah

Pada kesempatan kali ini kita membahas artikel yang berjudul “Pengertian dan Hukum Mudharabah” Mari kita simak penjelasan lengkap dibawah ini.
 

Pengertian mudharabah

Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara harfiah berpergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al-qayh’u (potongan), berjalan, dan atau berpergian.[1]
Menurut istilah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut:
·         Menurut Hanafiyah
        Akad syirkah dalam laba, satu pihak pemilik harta dan pihak lain pemilik mmnjasa.
·         Malikiyah
Akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)
·      Imam Hanabilah
Ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagiandari keuntungan yang diketahui.
·         Ulama Syafi’iyah
Akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.         
Setelah diketahu beberapa pengertian, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau qiradh ialah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua pihak sesuai jumlah kesepakatan.

Dasar Hukum Mudharabah

Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual”.
Mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul Muhammad telah melakukan qiradh, yaitu Muhammad mengadakan perjalan ke syam untuk menjual barang-barang milik Khadijah r.a., yang kemudian menjadi istri beliau.

Rukun dan Syarat Mudharabah

Menurut ulama Syafi’iyah, rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
  1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
  2. Orang yang bekerja atau mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
  3. Akad mudharabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
  4. Harta pokok/modal
  5. Pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba
  6. Keuntungan

 

Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian[2].
Syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:
  1. Modal yang diserahkan tunai, apabila barang itu berbentuk mas, perak batangan, mas hiasan atau barang dagangan lainnya mudharabah tersebut batal.
  2. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf.
  3. Modal harus diketahui dengan jelas.
  4. Keuntungan harus jelas.
  5. Melafazkan ijab dari pemilik modal.
  6. Mudharabah bersifat mutlak. Pemilik modal tidak mengikat.

 

Kedudukan Mudharabah

Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan keadaan. Maka, kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudharabah juga tergantung pada keadaan.

Biaya pengelolaan Mudharabah

Biaya bagi mudharib di ambil dari hartanya sendiri selama ia tinggal di daerahnya, demikian juga bila ia mengadakan perjalanan untuk kepentingan mudharabah.
Namun jika pemilik modal mengizinkan pengelola untuk membelanjakan modal mudharabah guna keperluan dirinya di tengah perjalanan atau karena penggunaan tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka ia boleh menggunakan modal mudharabah.
Kiranya dapat dipahami bahwa biaya pengelolaan mudharabah pada dasarnya dibebankan kepada pengelola modal, namun tidak masalah biaya dapat diambil dari keuntungan apabila pemilik modal mengizinkannya atau berlaku menurut kebiasaan.[3]

Tindakan Setelah Matinya Pemilik Modal

Jika pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi fasakh. Jika mudharabah telah fasakh, sedangkan modal berbentuk ‘urud (barang dagangan), pemili modal dan pengelola modal menjualnya atau membaginya karena yang demikian itu adalah hak berdua.

Pembatalan Mudharabah

Mudharabah menjadi batal apabila perkara-perkara sebagai berikut:
  1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
  2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya.
  3. Apabila pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.[4]
Nah begitulah pembahasan artikel kali ini tentang “Pengertian dan Hukum Mudharabah”. Semoga Bermanfaat


[1] Utomo budi setiawan,fikih kontemporer,pustaka saksi, jakarta,2002
[2] Muhamad, al ‘allamah syaikh. 2004. Fiqh. Bandung: al-haramain li ath-thiba’ah
[3] Doi rahman abdur, muamalah, raja grafindo persada, jakarta, 1996
[4] Muhammad,kontruksi mudharabah dalam bisnis syariah,STIS, yogyakarta,2003

Leave a Comment